Saturday, October 23, 2010

SD dan awal cerita

SD Jatingaleh Dalam (banget) 01-02 adalah sekolah yang paling beruntung karena mempunyai murid sepertiku. Seorang calon Presiden Indonesia yang juga calon Kiai ternama yang selalu baik hati kepada siapapun (secara tidak langsung, inilah cita-citaku yang sebenarnya). Jarak dari rumah sampai kesekolahku sangat jauh, karena harus melewati Menara Listrik di Paris, Jam Gadang di London, Tembok Keraton di Cina dan harus melewati sebuah sungai yang sangat besar yang sudah aku ceritakan dulu, Sungai SD. Actually, kalau bahasa Perancisnya itu berarti sebenarnya, jarak rumah dengan SDku hanya sekitar 30000 cm, dengan kata lain sama dengan 1000 penggaris berukuran 30 cm tiap penggarisnya, dengan kata lain 300 m jarak rumah dengan SD ini. Jarak yang tidak terlalu jauh jika harus pergi dan pulang sekolah berjalan kaki. Akan tetapi, jarang sekali aku pergi dan pulang sekolah berjalan kaki karena hampir selalu diantar jemput oleh kakakku, Ogik namanya. Entah mengapa aku selalu diantar jemput, mungkin karena Ibuku tau bahwa aku adalah seorang calon Presiden Indonesia (aamin, bibir dan hatiku berucap)

Setelah lulus TK dengan status cumlaud, aku naik level dijenjang kelas 1 SD. SD ini dibagi dua kelas, A dan B. A berarti Apik dan B berarti Baik. Akupun masuk ke kelas A yang dihuni oleh siswa-siswa berprestasi, rencananya ketika aku menjadi Presiden nanti, teman-teman kelas A ini akan aku jadikan sebagai Menteri. Teman main rumah alias teman main dirumah alias konco omahku banyak yang masuk dikelas A. Seperti, Riski a.k.a kentung, Inung a.k.a saleto, Ridho a.k.a pongkring, Doni a.k.a gendon dan Arif a.k.a ompong. Kami semua bersahabat sehingga masuklah kami dalam acara bolang, bocah lanang. Oya, belum memperkenalkan nama panggilanku ketika masih SD, panggilanku adalah Si Imut, Si Tampan, Si Pintar, Si Lucu, Si Ucul, Si Duduls, Si Cute, Si Cabi dan Si Unyu-unyu.

rumahku istanaku

Jalan Jangli Perbalan Timur Kelurahan Ngesrep Kecamatan Banyumanik Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah Negara Indonesia Benua Asia itulah rumahku istanaku. Rumah yang terletak dikawasan elit dimana Mantan Presiden Amerika, Mahmod Ahmadinejad tinggal (Mahmod Ahmadinejad bukannya Presiden Iran? jangan dipikir lah nanti sakit hati) Rumahku, lebih tepatnya rumah kedua orang tuaku ini sangat sejuk. Banyak pepohonan rindang seperti pohon mangga, pohon kelapa, pohon nangka, pohon ace, pohon durian dan Anisa Pohon. Maka dari itu, setiap musim panen tiba, aku luangkan waktuku untuk berjualan es buah (hahahaha, bercanda). Rumahku ini berumur sama seperti diriku karena ketika peletakan batu pertama pembangunan rumah ini oleh Presiden Iran, Barack Husein Obama (??????) tepat aku dilahirkan. Jadi peletakan batu pertama tanggal 6 Oktober 1991 jam 07.00. Peletakan Batu kedua tanggal 7 Oktober 1991. Peletakan batu ketiga tanggal 8 Oktober 1991 dan begitu seterusnya. Alhasil, ini adalah pembangunan rumah terlama sepanjang sejarah karena meletakan 1 batu aja butuh 1 hari, hahaha.

Kawasan rumah ini dikenal dengan nama Kapling, berasal dari kata kavling karena tanah ini dulu di petak-petak (dikavling) sebagai ganti lahan proyek pembangunan Jalan Tol Jatingaleh-LA-Paris-London-Banyumanik. Kampung ini terkenal dengan para premannya. Setiap malam mereka mabuk dan setiap siang mereka tawuran. Alhasil para penjual minuman keras dan senjata tajam adalah orang paling kaya dikampung ini. Melihat keuntungan yang berlimpah, akupun ikut berjualan minuman keras, Es Batu, aku mulai berjualan minuman halal itu.

kecilku dan laluku

Sebelum menjadi yang sekarang ini, aku melewati tahapan-tahapan kehidupan terlebih dahulu. Dimana aku harus belajar menyetir mobil, motor, sepeda, menyanyi, menulis, membaca sampai belajar berjalan. Kecilku dan laluku sangat disukai banyak orang karena ketampananku dan kelucuanku, dan saat ini aku sangat berharap itu semua masih ada didiriku (sedikit berharap). Aku berada dikeluarga yang sangat bahagia, Ayahku adalah seorang PNS jujur dan Ibuku dosen baik hati. Saat itu, hampir semua permintaanku dituruti kecuali satu, permintaanku untuk berpacaran. Tak tau mengapa permintaanku itu ditolak, karena baru berumur beberapa bulan atau aku terlalu tampan, entahlah.

Ketika aku masih kecil, aku sering ditinggal Ibuku ke Jakarta. Saat itu, Ibuku sedang melanjutkan pendidikannya untuk mendapatkan gelar M.Hum, pendidikan S2 di Universitas Indonesia. Aku diasuh oleh tetanggaku yang saat ini aku anggap sebagai emakku, beliau adalah Mak Sami. Aku bertemu dengan Ibuku hanya 1 bulan sekali dan selama ditinggal beliau, kebutuhan ASI ku diganti dengan fanta, sprite dan coca cola (??????).

Waktu terus berlalu hingga aku menginjak umur 6 tahun dimana aku siap untuk mengenyam pendidikan yang dari dulu sampai sekarang aku berpikir pendidikan itu membosankan. Dan ketika aku menulis ini, aku baru sadar kalau pendidikan itu mengalihkan duniaku. Mengalihkan dari yang tidak tahu menjadi tahu, bodoh menjadi pintar, 0 menjadi 100 dan yang paling tidak kusukai, mengalihkan dari muda menjadi tua (aarrgghh).

TK PGRI 26, TK yang sangat berkelas, taman kanak-kanak yang berstandar Internasional dimana semua percakapan harus menggunakan Bahasa Inggris (sedikit berkhayal). TIDAK!! TIDAK BENAR!! TK PGRI 26 adalah TK yang penuh dengan kewaspadaan karena sebelah TK tersebut adalah sungai berkedalaman 70 skala richter (?????). Kali SD atau sungai SD adalah nama lengkap sungai tersebut, terdapat sebuah perahu besar lengkap dengan jala dan jangkar (zzzzz, sedikit bercanda). Sungai tersebut cukup bersih dimana aku sering iseng bermain air di sungai tersebut bersama teman-teman dan Bapak/Ibu Guru (maaf, sekali lagi bercanda). Sungai tersebut hampir penuh dengan tumpukan sampah yang kadang mengganggu kegiatan belajar kami. Aku pernah protes dengan Kepala Sekolah saat itu dan mengadakan demo kecil-kecilan. Aku pimpin semua teman-temanku, aku kerahkan semuanya dan mereka membawa spanduk bertuliskan "ganyang Malaysia", "Indonesia Merdeka", "Anti kekerasan", "Turunkan harga bahan pokok", "Merdeka atau Mati?? Mati!!" dan salah satu temanku yang lucu menulis "Kembalikan Sungai kami dan biarkan ikan-ikan hidup disana walaupun tanpa ditemani seonggok sampah".

lahir untuk mati

Mencoba mencari celah dalam sempit dan gelapnya lorong, akhirnya aku keluar juga dari perut seorang wanita cantik, Sri Rejeki Urip namanya. Keluar dengan tangan mengepal menjaga "Janji Suci" dan tubuh penuh dengan darah. Kedatanganku sangat dinantikan layaknya para PNS menantikan datangnya tanggal 1 dan para pegawai swasta menantikan datangnya tanggal 25. Aku tak tahu, saat itu siapa yang pertama kali menggendongku, yang jelas Ibuku lah yang pertama kali menyusuiku.

RS Kariadi Semarang, disinilah aku dilahirkan untuk pertama kalinya dan terakhir kalinya. 6 Oktober 1991 tanggal yang sudah ditentukan Allah agar aku keluar dan belajar dengan dunia baru setelah selama kurang lebih 9 bulan terkurung diperut Sang Ibu. Aku digendong, dan saat itu juga ku coba mencari jam dinding agar aku tau jam berapa aku dilahirkan. Kulihat jam dinding dengan background "RS Kariadi Semarang". Jarum pendek dan gendut menunjukan angka 7, jarum panjang dan kurus menunjukan angka 12 dan jarum merah yang selalu bergerak lebih cepat dari jarum yang lain menunjukan angka 12. 07.00 itulah pertama kali aku menghirup oksigen diluar perut Sang Ibu.

Dan saat itu juga, mantan pacar Ibuku yang tak lain adalah Ayahku dan ternyata Ayahku adalah suami Ibuku berkata "jenengmu Faskha Harizki. Faskha seko Fastabiqul Khairat sing nduwe arti berlomba-lomba dalam kebaikan. Kuwi tak jupuk seko surat Al-Baqarah ayat 148. Harizki kuwi nduwe arti Hartono lan Rejeki. Hartono ki Bapakmu lan Rejeki ki Ibumu" dan saat itu juga aku tau kalau Ayahku bernama Hartono, Tri Hartono.