Sebenarnya post ini menyalahi aturan karena tidak runtut dengan kejadian masa laluku. Seharusnya seteleh menceritakan tentang TK, aku harus menceritakan SD, SMP, SMA yang juga berisi tentang kehidupanku dengannya. Tapi tak apalah, aku sudah bernafsu untuk menceritakan semuanya, tentangku dan tentangnya.
Erika Dian Nofita, gadis asli Semarang yang tak bisa berbahasa jawa ini dilahirkan di Semarang, 17 November 1991. Tak tahu di rumah sakit mana dan jam berapa, karena waktu keluar dari perut Mama Santi Arijanti, dia tak segera melihat jam dinding seperti diriku dulu waktu aku dilahirkan. Dia adalah anak ketiga dari 3 bersaudara, tapi kakak keduanya telah meninggal dunia saat masih kecil, jadi dia menjadi anak kedua dari 2 bersaudara. Dia sering berpindah sekolah, SD Kauman Batang lalu ke SD Lamper Kidul Semarang lalu pindah lagi ke SD Srondol Semarang, lalu pindah lagi ke SMP Al-Azhar Semarang, pindah lagi ke SMA Negeri 4 Semarang dan terakhir dia pindah ke UNDIP Semarang, bukan main.
Fita, adalah panggilan akrabnya sejak lahir sampai sekarang. Dia adalah gadis yang cukup gendut dan cukup pendek, cukup kataku bukan gendut dan bukan pendek, cukup (cukup sudah membicarakan tentang cukup karena tak cukup kalau kita hanya bicara tentang cukup, cukup). Dia adalah gadis kedua tercantik yang pernah aku lihat, setelah Ibuku tentunya. Gadis yang pintar, pintar disegala hal terutama pelajaran dan menaklukan hati seorang pria. Aku adalah "korban" ke-8nya, hebat bukan? Korban pertama adalah Lukman, teman SDnya. kedua Barjo, ketiga Adit, keempat Jojon, kelima Bowel, keenam Angga dan ketujuh Dadan.
Fita, Fita, Fita, apalagi yang harus saya tulis tentang dia? jujur saja sebenarnya ini tulisan sejak 24 Oktober 2010 yang dulu belum saya selesaikan dengan baik alhasil masuk di dalam blog sebagai draft. Sudah 2 tahun berlalu, jika saya diminta untuk melanjutkan tulisan ini makaaaa.. akan terlalu banyak cerita menarik yang terlewatkan. Sebaiknya, Pembukaan Erika Dian Nofita saya tutup sampai disini dan akan saya posting malam ini juga. Dan mengenai Fita selanjutnya, akan saya bahas dengan judul yang berbeda. Yang jelas, cerita selanjutnya akan seperti Jalan Gombel-Semarang, turunan dan tanjakan tajam disertai jalan yang bergelombang namun dihiasi pemandangan yang luar biasa di kanan-kirinya.
Erika Dian Nofita, gadis asli Semarang yang tak bisa berbahasa jawa ini dilahirkan di Semarang, 17 November 1991. Tak tahu di rumah sakit mana dan jam berapa, karena waktu keluar dari perut Mama Santi Arijanti, dia tak segera melihat jam dinding seperti diriku dulu waktu aku dilahirkan. Dia adalah anak ketiga dari 3 bersaudara, tapi kakak keduanya telah meninggal dunia saat masih kecil, jadi dia menjadi anak kedua dari 2 bersaudara. Dia sering berpindah sekolah, SD Kauman Batang lalu ke SD Lamper Kidul Semarang lalu pindah lagi ke SD Srondol Semarang, lalu pindah lagi ke SMP Al-Azhar Semarang, pindah lagi ke SMA Negeri 4 Semarang dan terakhir dia pindah ke UNDIP Semarang, bukan main.
Fita, adalah panggilan akrabnya sejak lahir sampai sekarang. Dia adalah gadis yang cukup gendut dan cukup pendek, cukup kataku bukan gendut dan bukan pendek, cukup (cukup sudah membicarakan tentang cukup karena tak cukup kalau kita hanya bicara tentang cukup, cukup). Dia adalah gadis kedua tercantik yang pernah aku lihat, setelah Ibuku tentunya. Gadis yang pintar, pintar disegala hal terutama pelajaran dan menaklukan hati seorang pria. Aku adalah "korban" ke-8nya, hebat bukan? Korban pertama adalah Lukman, teman SDnya. kedua Barjo, ketiga Adit, keempat Jojon, kelima Bowel, keenam Angga dan ketujuh Dadan.
Fita, Fita, Fita, apalagi yang harus saya tulis tentang dia? jujur saja sebenarnya ini tulisan sejak 24 Oktober 2010 yang dulu belum saya selesaikan dengan baik alhasil masuk di dalam blog sebagai draft. Sudah 2 tahun berlalu, jika saya diminta untuk melanjutkan tulisan ini makaaaa.. akan terlalu banyak cerita menarik yang terlewatkan. Sebaiknya, Pembukaan Erika Dian Nofita saya tutup sampai disini dan akan saya posting malam ini juga. Dan mengenai Fita selanjutnya, akan saya bahas dengan judul yang berbeda. Yang jelas, cerita selanjutnya akan seperti Jalan Gombel-Semarang, turunan dan tanjakan tajam disertai jalan yang bergelombang namun dihiasi pemandangan yang luar biasa di kanan-kirinya.
No comments:
Post a Comment